Hari menjelang sore. Prosedur-prosedur audit rutin telah kami jalankan seperti layaknya rutinitas biasa. Beberapa temuan audit sudah kami temukan dan siapkan koreksinya. Berhubung waktu masih ada, iseng-iseng kami buka-buka buku besar Perusahaan untuk menambah wawasan atas model bisnis mereka. Maklumlah, ini audit kami yang pertama atas mereka.
Perhatian kami tertuju pada akun yang cukup khas dalam industri mereka. Sebagai penyedia jasa yang menggunakan banyak sumber daya manusia, mereka diwajibkan untuk memberikan tunjangan-tunjangan kepada karyawan mereka yang melaksanakan pekerjaan di lapangan. Tunjangan ini sudah tercakup dalam fee yang customer mereka bayarkan. Oleh karena alasan itu, mereka bukukan sebagai cadangan yang dicatat sebagai kewajiban (liability).
Mutasi Di Luar Kewajaran
Tak ada yang aneh dengan cadangan tersebut jika sekilas diperhatikan. Akun ini bertambah seiring berjalannya kontrak pekerjaan dan berkurang jika tunjangan-tunjangan itu dikeluarkan. Wajar bukan?!
Memang. Tapi sore itu kami melihat mutasi pengurangan cadangan dalam jumlah yang sangat besar. Dan pengurangan itu hanya terjadi beberapa kali. Dan angkanya pun bulat, tidak keriting. Kami bertanya-tanya, “Hmm… Transaksi apa ini?”
Silahkan saja curiga karena memang itu tugas kita sebagai auditor. Tapi, tidak boleh langsung menghukumi bersalah. Itu zhalim namanya. Kami coba liat deskripsi transaksinya, namun sayangnya tidak memberikan penjelasan apa-apa. Lalu, kami coba liat bukti transaksinya, namun juga tidak memberikan penjelasan yang memadai. Terakhir kami tanya saja langsung person in-charge dan tim accounting mereka, “Pak, ini transaksi apa yah?” Respon dan raut muka mereka lah yang akan menunjukkan apakah ini hanya kecurigaan auditor saja ataukah memang ada apa-apanya.
Temuan Audit berupa Praktik Cookie Jar Accounting
Ketika rentetan-rentetan kejadian itu terjadi di depan mata, kami langsung berujar, “Wah, apakah ini yang namanya cookie jar accounting?!”
Terminologi itu sudah beberapa kali kami dengar ketika kuliah, namun belum pernah menemukannya secara langsung. Secara bahasa, cookie jar berarti semacam toples (celengan) kue. Sementara secara istilah, cookie jar accounting adalah praktik yang dilakukan manajemen dengan cara membuat cadangan-cadangan (kewajiban) di kala kondisi Perusahaan sedang baik (profitable) dan menggunakan cadangan-cadangan tersebut di kala susah (less profitable). Jadi, ketika kondisi susah, pengeluaran yang seharusnya dicatat sebagai beban periode berjalan (karena tidak terkait dengan periode sebelum-sebelumnya) malah dicatat sebagai pengurang kewajiban.
Umumnya, tujuan dari praktik ini adalah untuk meminimalisir volatilitas dari net income. Pada saat mudah (profitable) dibuatkan cadangan-cadangan melebihi keharusan sehingga laba tidak terlampau tinggi. Lalu kemudian pada saat susah (less profitable) pengeluaran-pengeluaran periode berjalan tetap dibayarkan namun bukan sebagai beban melainkan sebagai pengurang kewajiban, sekalipun pengeluaran tersebut sama sekali tidak terkait dengan cadangan yang dibuat. Hasilnya, pada saat susah, pengeluaran tetap keluar tapi laba periode berjalan tidak tertekan. Cukup ‘kreatif’, bukan?!
Lebih dari Sekedar Mempercantik Laporan
Pengamatan kami, praktik ini berpotensi untuk digunakan lebih dari sekedar mempercantik laporan keuangan. Minimal ada dua tujuan lain yang dapat dicapai dengan praktik tersebut.
Pertama, meminimalisir target pencapaian yang dibebankan kepada manajemen. Dengan membuat cadangan-cadangan melebihi yang seharusnya, laba perusahaan di saat mudah (profitable) dapat dijaga agar tidak terlalu tinggi. Sekedar melewati target yang diberikan oleh pemegang saham. Kenapa tidak mau laba terlalu tinggi? Sebab, jika laba tahun ini terlalu tinggi, maka target laba yang dibebankan kepada manajemen tahun depan akan semakin tinggi dan semakin berat untuk dicapai. Karena manajemen tau bahwa kebanyakan pemegang saham menganut prinsip ‘how high can you go’.
Kedua, dan ini yang lebih berat, praktik ini dapat digunakan untuk menyembunyikan pengeluaran uang agar tidak terdeteksi oleh pemegang saham. Biasanya, pemegang saham hanya memperhatikan realisasi budget yang mengacu pada angka-angka laba rugi, yakni pendapatan dan beban-beban. Dengan praktik cookie jar ini, pengeluaran dilakukan dengan mengurangi kewajiban sehingga tidak mempengaruhi laba rugi sama sekali. Realisasi budget yang hanya mengacu pada laba rugi sama sekali tidak mampu menunjukkan pengeluaran ini. Dan, voila! Uang keluar namun pemegang saham tidak mendeteksi.
Audit Saja Biar Transparan
Risiko ini bisa terjadi pada perusahaan apa saja yang memiliki nature (sifat) serupa. Bisa terjadi, bisa juga tidak, tergantung integritas dari para pelaksana. Tapi yang namanya agency problem, dimana agent (manajemen) punya kepentingan yang berbeda dengan principal (pemegang saham), hal-hal semacam ini cukup besar potensinya untuk terjadi. Pemegang saham harus sadar betul akan risiko bawaan (inherent risk) ini.
Lantas bagaimana cara termudah memitigasi risiko ini? Sederhana saja: Lakukan audit dimana auditor tersebut independen dan mumpuni untuk mendeteksi praktik semacam ini. Jika terbukti maka bisa dilakukan langkah-langkah perbaikan. Jika tidak terbukti maka semua pihak dapat melangkah ke depan dengan tenang. Simpel, kan?!
——
Untuk berdiskusi mengenai prosedur audit terkait isu di atas atau bagaimana meningkatkan pengendalian internal untuk meminimalisir risiko tersebut, silahkan hubungi Kantor Akuntan Publik (KAP) Ladiman, Novita & Rekan di 62-21-8499 2477 atau pelajari portofolio pekerjaan kami.
Phone : +62 (21) 8499 2477
Mobile/Whatsapp : +62 821 2345 4936
Email : info@lnr.co.id